“Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad,tidak ada seorangpun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari Umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni Neraka.”(HR Muslim)

24 Februari 2010

SAYUR BUNG AYAM JANGKEP

1 komentar
SAYUR BUNG AYAM JANGKEP


Bahan:

  • 1 kg rebung muda dipotong-potong memanjang
  • 1 kg ayam dimutilasi


Bumbu:

  • 1 batang sereh dimemarkan
  • 3 lembar daun jeruk pecel
  • 4 lembar daun salam
  • santan dari ¾ butir kelapa
  • gula pasir seujung sendok makan
  • penyedap rasa (jika suka)

Haluskan:

  • 8 butir bawang merah
  • 4 siung bawang putih
  • cabe rawit
  • cabe merah besar
  • 1 ruas lengkuas diparut
  • 1 cm kunyit diparut
  • 1 ruas kencur diparut
  • 1 ruas kunci diparut
  • 2-3 cm jahe diparut
  • ½ sendok teh mrica bubuk
  • 1 sendok teh ketumbar
  • 5 butir kemiri
  • garam secukupnya


Cara Membuat:

1. Untuk menghilangkan bau tidak sedap pada rebung, setelah dipotong-potong & dicuci bersih, maka rendam rebung dalam air garam selama ± 30 menit. Setelah itu rebus rebung sampai agak lunak, lalu tiriskan. Kemudian rendam lagi dalam air tanpa garam.

2. Sedangkan untuk ayamnya, setelah dicuci bersih, maka rebus/kukus ayam sampai matang dan lunak. Setelah itu, goreng sampai agak kecoklatan. Sisihkan dulu.

3. Tumis bumbu yang dihaluskan + daun jeruk pecel + sereh, tambahkan sedikir air. Tumis sampai bumbu harum dan agak surut airnya.

4. Sementara itu, panaskan air dalam panci. Setelah mendidih, masukkan rebung yang sudah ditiriskan lagi.

5. Masukkan bumbu yang telah ditumis tadi. Masak sampai bumbu agak meresap.

6. Masukkan ayam gorengnya. Biarkan bumbu merasuk.

7. Masukkan santan, daun salam, gula pasir dan penyedap rasa. Masak sampai mendidih lagi.

8. Jangan lupa cicipi, jika rasa sudah pas, matikan api. Masakan siap dihidangkan.

9. Taburi bawang goreng di atasnya.

10. Sayur ini enak dimakan dengan nasi hangat dan enak juga dengan lontong. Lauknya kerupuk. MANTAB JAYA!


Resep, uji dapur & foto by: Ummu Yahya ‘Hendrita N’

MIE MERIAH

0 komentar
.::MIE MERIAH::.


Bahan:

  • ½ kg mie lebar
  • ayam goreng disuwir-suwir
  • telur ayam digoreng orak arik
  • sawi dipotong-potong lalu direbus
  • kubis dipotong-potong lalu direbus
  • tomat diiris tipis
  • daun bawang dipotong-potong


Bumbu dihaluskan:

  • 4-5 siung bawang putih
  • ½ sdt merica bubuk
  • garam secukupnya


Bumbu tambahan:

  • Kecap manis
  • Gula pasir seujung sendok teh
  • 250 cc kaldu ayam / kaldu daging sapi (jika tidak ada tidak usah diberi tidak apa-apa)
  • Penyedap rasa (jika suka)
  • Saus tiram (jika suka)
  • Raja rasa (jika suka)
  • Kecap asin (jika suka)


Cara Membuat:

1. Rendam mie dalam air panas sampai agak lunak. Segera angkat dan tiriskan. Agar mie tidak lengket, berikan minyak goreng sedikit dan ratakan pada mie. Sisihkan.

2. Tumis bumbu yang dihaluskan sampai harum. Tambahkan kaldu (jika ada) / air. Biarkan sampai mendidih dan bumbu benar-benar meresap.

3. Tambahkan sedikit kecap manis, penyedap rasa dan gula.

4. Masukkan ayam goreng. Aduk-aduk. Biarkan bumbu meresap.

5. Masukkan sayuran yang telah direbus tadi.

6. Masukkan tomat. Aduk-aduk.

7. Masukkan mie, aduk sampai bumbu merata pada mie.

8. Masukkan telur orak arik & daun bawang.

9. Tambahkan kecap manis lagi, saus tiram, raja rasa dan sedikit kecap asin. Aduk sampai merata dan bumbu terserap.

10. Jangan lupa cicipi.

11. Setelah matang. Angkat.

12. Sajikan dengan taburan bawang goreng di atasnya.


TIPS: Jika ingin rasa yang lebih sedap, maka minyak untuk menumis bumbu bisa menggunakan minyak bawang, yaitu bawang putih yang telah dihaluskan lalu ditumis dengan minyak goreng agak banyak. Setelah harum, tuang minyak goreng yang bercampur bawang tadi dalam wadah. Setelah dingin, tutup dan simpan selama 1 hari. (tips dari penjual mie)

Resep, uji dapur & foto by: Ummu Yahya ‘Hendrita N’

26 Januari 2010

PUDING SELAI NANAS ISI BISKUIT SUSU

0 komentar
PUDING SELAI NANAS ISI BISKUIT SUSU



Bahan:

  • 1 buah nanas diparut halus
  • 1 bungkus agar-agar bubuk warna putih
  • 10 buah biskuit yang disukai, potong jadi 2 bagian
  • Gula pasir secukupnya
  • Garam seujung sendok teh
  • Kayu manis 2-3 batang
  • Susu kental manis (bisa cokelat atau putih)
  • Pewarna makanan warna kuning tua 1 sendok teh



Cara Membuat:

  1. Panaskan nanas yang telah diparut dengan api sedang, tambahkan gula secukupnya, garam dan kayu manis. Aduk terus sampai tercampur. Tambahkan pewarna makanan. Aduk hingga air nanas terserap habis dan akhirnya menjadi selai. Sisihkan.
  2. Rebus air sebanyak 3,5 gelas belimbing, masukkan agar-agar dan gula secukupnya. Aduk-aduk terus sampai mendidih. Jangan sampai agar-agar menggumpal.
  3. Setelah mendidih, angkat.
  4. Masukkan selai nanas ke dalam agar-agar yang telah selesai direbus tadi. Aduk sampai merata.
  5. Tuangkan campuran agar-agar dan selai nanas ini ke dalam cetakan setengahnya saja.
  6. Biarkan dingin dan tunggu sampai mengeras.
  7. Setelah mengeras, tata potongan biskuit di atas agar-agar tadi.
  8. Berikan susu kental manis sedikit-sedikit di atasnya.
  9. Tuangkan sisa agar-agar di atas biskuit dan susu tadi sampai cetakan penuh.
  10. Biarkan dingin dan mengeras.
  11. Setelah mengeras. Sajikan dengan diberi susu kental manis di atasnya. Ee.. jangan lupa potong-potong.. ^__^


Resep, uji dapur & foto by: Ummu Yahya 'Hendrita N'

SEGO GORENG NDESO SESUAI SELERA, MAK NYUSS!!

0 komentar
SEGO GORENG NDESO SESUAI SELERA,

MAK NYUSS!!


Bahan:

  1. Nasi putih sesuai selera
  2. Daun kubis dipotong-potong sesuai selera
  3. Jamur merang sesuai selera
  4. Sosis sapi sesuai selera dipotong serong
  5. Telur ayam 2 butir
  6. Bawang goreng

Bumbu:

  1. Bawang merah sesuai selera, dicincang
  2. Bawang bombay sesuai selera, dicincang
  3. Daun bawang sesuai selera, potong kecil-kecil
  4. Kecap manis sesuai selera
  5. Saus tiram secukupnya (jika suka)
  6. Garam secukupnya
  7. Penyedap rasa secukupnya (jika suka)

Bumbu dihaluskan:

  1. Bawang putih sesuai selera
  2. Cabe rawit sesuai selera
  3. Terasi udang secukupnya
  4. Garam secukupnya
  5. Gula pasir seujung sendok teh

Cara Membuat:

  1. Jamur merang disuwir-suwir, lalu rendam dengan air panas. Setelah melunak, cuci dengan air bersih. Goreng jamur dengan cara mencampurkannya dengan 1 butir telur ayam yang sudah diberi sedikit garam dan diaduk. Goreng dengan api kecil sampai agak kecoklatan. Sisihkan.
  2. Siapkan telur 1 butir lagi, beri sedikit garam. Lalu goreng dengan cara diorak-arik. Sisihkan.
  3. Tumis bawang merah dan bawang bombay sampai harum, gunakan sedikit minyak goreng.
  4. Masukkan bumbu yang telah dihaluskan.
  5. Masukkan potongan kubis, tumis sampai agak layu.
  6. Masukkan nasi putih, aduk hingga bumbu merata.
  7. Masukkan jamur & telur orak –arik yang telah digoreng tadi. Aduk merata.
  8. Masukkan sosis sapi.
  9. Tambahkan kecap manis, saus tiram, penyedap rasa dan garam secukupnya. Aduk sampai merata.
  10. Setelah matang, taburkan daun bawang dan bawang goreng.
  11. Jangan lupa cicipi dulu sebelum dihidangkan. ^__________^

NB:

Untuk tambahan isi sego goreng ini; kubis, jamur, telur dan sosis sapi bisa diganti bahan-bahan lain sesuai selera, misalnya; sawi hijau/putih, kacang polong, ayam goreng disuwir, penthol bakso dipotong-potong, udang, dll. Ditambahi mie juga boleh. Sesuai selera-lah pokoknya...

Resep, uji dapur & foto by: Ummu Yahya 'Hendrita N'

20 Januari 2010

PAHALA KEGUGURAN DAN KEMATIAN ANAK

0 komentar

PAHALA KEGUGURAN DAN KEMATIAN ANAK

By: ummu yahya al-kadiriyyah

Rosululloh Shollalloohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, bayi yang gugur akan menarik ibunya ke surga dengan pusarnya jika ia berihtisab (mengharap pahala) ketika kematiannya itu.”

(HR. Ibnu Majah no. 1598)

Dari Abul Hasan, ia berkata: Kedua anakku meninggal, maka aku berkata kepada Abu Huroiroh rodliyallohu ‘anhu, “Aku mendengar dari Rosululloh Shollalloohu ‘alayhi wa sallam sebuah hadits yang jika kami membicarakannya, jiwa kami merasa terhibur kaitannya dengan kerabat kami yang meninggal?” Ia berkata, “Benar, anak kecil mereka yang mati akan menjadi larva-larva surga, salah seorang dari mereka akan bertemu dengan ayahnya –atau beliau mengatakan dengan kedua orang tuanya –kemudian menggamit ujung bajumu ini. Anak itu tidak akan berhenti sampai Alloh memasukkannya ke dalam surga.”

Dari Abu Sa’id Al-Khudri rodliyallohu ‘anhu bahwa Rosululloh Shollalloohu ‘alayhi wa sallam bersabda kepada kaum wanita, “Tidaklah seorang wanita dari kalian yang tiga anaknya meninggal, kecuali mereka menjadi perisai baginya dari api neraka.” Salah seorang dari mereka bertanya, “Bagaimana dengan dua?” Beliau Shollalloohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Dan dua.”

Dari Abu Huroiroh rodliyallohu ‘anhu, ia berkata: Ada seorang wanita datang dengan membawa anaknya seraya berkata, “Wahai Nabi Alloh, berdoalah kepada Alloh untuknya. Sungguh sudah tiga anakku yang dikubur.” Beliau Shollalloohu ‘alayhi wa sallam bertanya, “Tiga anak dikubur?” “Benar”, jawab wanita itu. Beliau pun bersabda, “Sungguh engkau telah terlindungi dengan sebuah tameng keras (yang menjaga) dari api neraka.”

Ahmad berkata: Waki’ bercerita kepadaku: Syu’bah menceritakan kepadaku dari Mu’awiyah bin Qurroh dari ayahnya, bahwasannya ada seorang lelaki datang kepada Nabi Shollalloohu ‘alayhi wa sallam bertanya, “Apakah engkau mencintainya?” Ia menjawab, “Wahai Rosululloh, Alloh mencintai Anda sebagaimana aku juga mencintai anakku ini.” Tak lama berselang, lelaki tadi meninggalkan Nabi Shollalloohu ‘alayhi wa sallam. Kemudian beliau berkata, “Apa yang sebenarnya terjadi dengan anak si fulan?” Para sahabat mengatakan, “Wahai Rosululloh, ia telah meninggal dunia.” Maka Rosululloh Shollalloohu ‘alayhi wa sallam bersabda kepada ayahnya tadi, “Tidak sukakah kamu, apabila kamu mendatangi salah satu pintu surga, engkau dapati anakmu telah menunggumu di sana?” Maka, ada seseorang yang bertanya, “Wahai Rosululloh, apakah itu hanya berlaku untuk dia saja atau untuk kami semua?” Beliau menjawab, “Bahkan untuk kalian semua.”

Jadi, jika anak hidup sepeninggal orang tuanya, ia akan memberikan manfaat kepada keduanya –jika ia anak sholih–, demikian halnya jika anak mati sebelum keduanya, ia pun akan memberikan manfaat kepada keduanya.

Maroji’:

Ibrohim bin Sholih Al-Mahmud & Nauroh binti Abdurrohman. Kado Spesial Calon Ibu. Solo: Al-Qowwam Publishing

16 Januari 2010

PAKAIAN MUSLIM MUSLIMAH

0 komentar
PAKAIAN IKHWAN (LAKI-LAKI) YANG SYAR'I



PAKAIAN AKHWAT (WANITA) YANG SYAR'I



13 Desember 2009

KESABARAN BERBUAH MANIS..

1 komentar
KESABARAN BERBUAH MANIS..


Aku adalah gadis yang biasa dididik di lingkungan ‘agamis’, yaitu lingkungan ponpes dari salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia. Meski orang tuaku tidak begitu paham agama, tapi sejak kecil aku sudah biasa ikut mengaji kesana kemari, mulai dari TPA, mendatangkan ustadz ke rumah sampai akhirnya di ponpes.

Saat SMP aku begitu ingin memakai jilbab saat ke sekolah, karena aku malu jika bertemu teman pondokku di jalan. Tapi aku tidak enak mau minta baju baru ke orang tuaku. SMP kelas 3, di depan rumah guru lesku ada sebuah tempat penyewaan buku-buku Islami. Entah mengapa aku begitu ingin kesana. Akhirnya aku kesana dan menemukan buku-buku tentang hijab wanita muslimah, dari situ aku baru tahu bahwa berhijab itu wajib, bukan hanya pada saat sholat atau pengajian. Aku sama sekali tidak pernah mendapatkan pelajaran tentang hijab selama mengaji di ponpes. Hal tersebut membuat keinginanku untuk berjilbab semakin menggebu-gebu. Aku juga jadi suka membaca buku-buku Islami di luar kitab-kitab kuning yang selama ini kupelajari di ponpes.

Aku juga ingin sekali mondok yang jauh dari rumah agar aku bisa mandiri dan bisa belajar banyak tentang ilmu agama, tapi ayahku tidak mengizinkan, beliau tidak tega karena aku anak perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara. Akhirnya aku bersekolah di sebuah SMA negeri di salah satu kota di Jawa Timur. Di kelas, aku mendapat teman yang ‘sealiran’, maksudnya sama-sama ngaji di pondok, bahkan dia anaknya kyai. Aku jadi makin bersemangat. Aku merengek-rengek pada orang tua agar aku dipondokkan. Akhirnya aku dipondokkan di ponpes dekat rumah. Saat SMA itu aku sudah mulai berkerudung meski belum sempurna. Di sekolah aku juga menjadi anggota rohis. Dari situ aku tahu juga bahwa pakaian wanita itu harus longgar. Dan aku mulai berproses memakai rok dan gamis yang lebar dan panjang. Suatu hari saat acara keputrian di rohis, aku bertanya pada kakak kelasku yang berjilbab lebar. Aku tanya kenapa ia dan beberapa akhwat senior lain memakai jilbab lebar. Jawabannya sangat mengejutkan, ia menjawab bahwa itu bergantung kenyamanan masing-masing. Dan mereka merasa nyaman dengan jilbab lebar itu. Dari situ akhirnya aku tetap istiqomah dengan kerudung kecilku karena aku merasa nyaman dengan kerudung itu. Sungguh minimnya ilmu agamaku saat itu.

Sekitar 1 bulan mondok, aku tidak tahan karena barang-barangku banyak yang hilang, dan teman-teman sekamarku (sekamar 10 orang) suka meminjam peralatan milikku dan tidak membersihkan/mengembalikannya saat selesai memakai. Intinya mereka menurutku suka ghosob. Aku tidak mau mondok lagi, tapi aku kembali seperti dulu hanya ikut sekolah diniyyah sehabis maghrib sampai jam 09.30 malam.

Kelas XI SMA, aku mulai menjadi pengurus rohis. Biasanya kegiatan-kegiatan di rohis diisi oleh orang-orang haroki. Pada hari yang telah ditentukan, ternyata ‘ustadz’ yang biasanya mengisi kegiatan selalu tidak bisa hadir, sehingga kegiatan sempat vakum beberapa bulan. Suatu hari, ketua rohis mengumumkan bahwa akan diadakan kajian di masjid. Aku sangat bersemangat, meski aku belum tahu siapa yang mengisi kajian tersebut. Hari itu dibahas mengenai makna Laa ilaaha illallooh, suatu bahasan yang tidak pernah kudapatkan sebelumnya. Ustadznya juga membahas tentang bid’ahnya tahlilan, yasinan, barzanji, dll. Aku sangat kaget, karena kegiatan-kegiatan itu merupakan kegiatan rutin di ponpes dan lingkungan rumahku. Tapi hal itu justru membuatku semakin penasaran untuk mendalami apa yang disampaikan ustadz tersebut.

Akhirnya aku tahu bahwa itu adalah kajian bermanhaj salaf. Aku terus mencari tahu melalui bertanya, ikut kajian di sekolah, dan membaca buku-buku yang dipinjamkan oleh teman-temanku yang sudah bermanhaj salaf. Memang sangat bertolak belakang dengan yang aku pelajari selama ini, terutama masalah ‘aqidah. Dari kajian salaf aku tahu bahwa Alloh itu di atas langit. Lalu aku tanyakan hal itu pada orang-orang di pondokku, tapi aku malah kena marah dari mereka. Ketika aku punya pertanyaan, aku selalu menanyakan hal itu pada dua orang, satu pada teman pondokku yang sudah senior, satu lagi kepada ikhwah salaf. Jawaban dari teman pondokku itu selalu tidak masuk akal dan berbau sufi, sedangkan para ikhwah salaf selalu menjawabnya dengan dalil-dalil dan keterangan para ‘ulama. Dari situ aku semakin yakin atas kebenaran manhaj salaf. Tapi saat itu aku belum tahu cara berdakwah yang benar, yaitu dengan lemah lembut. Aku sangat frontal berdakwah pada keluargaku. Aku tidak mau yasinan, tahlilan, dll. Keluargaku marah besar. Semua buku-buku bermanhaj salaf dan kaset-kaset kajian yang kupinjam dari temanku disita oleh orang tuaku dan entah dibuang kemana. Aku juga mulai berjilbab lebar, karena aku sudah tahu bahwa itu dicontohkan oleh istri-istri Rosululloh dan para shohabiyah. Ibuku sangat tidak suka dengan cara berpakaianku saat itu. Apalagi aku tidak pernah melepas jilbabku jika ada non mahrom, meskipun di dalam rumah.

Ayahku melapor pada kepala sekolah tentang kajian salaf di sekolahku itu. Kami yang istiqomah ikut kajian salaf disidang di sekolah. Terutama para ikhwan karena celana mereka jadi cingkrang (di atas mata kaki). Guru agama di sekolahku terus menasihati agar kami tidak terjerumus pada aliran sesat. Kami hanya tersenyum mendengar nasihat itu.

Tapi ujian itu tidak berhenti sampai disini. Aku sendiri disidang oleh ustadz dari ponpes dan ortu memaksaku mengaji pada ustadz tersebut. Kami sempat debat masalah wajibnya hijab, aku tunjukkan dalilnya, dia blingsatan kebingungan bahkan sepertinya dia tidak pernah tahu tentang dalil itu. Lucunya lagi, ustadz tersebut menolak saat aku minta agar dia mengajariku tafsir Ibnu Katsir. Alasannya harga kitabnya mahal, aku tantang bahwa ayahku pasti sanggup membelikannya, dia bingung. Lalu dia jawab bahwa kyai ponpes saja belum pernah belajar tafsir itu dan untuk ‘kelas teri’ sepertiku harusnya belajar tafsir jalalain. Subhanalloh.. begitulah makar ahli bid’ah yang suka ngeyel...

Selain itu, aku dipingit, sekolah diantar jemput dan tidak boleh pergi kemanapun setelah pulang sekolah. Bahkan aku pernah diusir dari rumah oleh orang tuaku. Mereka mengusirku di depan saudara-saudara dan tetanggaku, karena saat itu aku mencoba menjelaskan tentang bid’ah pada mereka. HP-ku juga disita, sehingga aku tidak bisa berhubungan dengan teman-temanku yang bermanhaj salaf. Artikel-artikel bermanhaj salaf di komputerku juga dihapus permanen semuanya. Aku juga pernah dituduh termasuk golongannya teroris yang ngebom disana-sini. Saat itu tiada hari tanpa menangis dan terus memohon pertolongan pada Alloh agar aku bisa terbebas dari semua ini.

Lalu seseorang menasihatiku dengan firman Alloh,

‘Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?’ [QS. AL-ANKAABUT: 2]

Tiada seorangpun yang semakin tinggi derajat keimanannya melainkan pasti akan semakin besar pula ujian yang akan dihadapinya.

Ikhwah salaf lainnya juga menasihatiku agar aku berakhlaq baik terhadap orang tua, tidak frontal dalam berdakwah dan menunjukkan bahwa aku bisa menjadi semakin baik setelah ikut ngaji salaf, serta aku harus SABAR. Aku ikuti nasihat-nasihat dari para ikhwah tersebut. Alhamdulillah.. saat itu nilai-nilai akademikku juga tidak mengecewakan. Aku berusaha berbakti pada orang tuaku selama tidak dalam kemaksiyatan, sambil mendakwahi mereka dengan lemah lembut. Dan tak lupa selalu berdo’a pada Alloh.

Tahun demi tahun berganti, hati orang tuaku luluh.. wal hamdulillah... Setelah masuk kuliah (aku dipaksa kuliah oleh orang tua) aku diperbolehkan ikut kajian salaf, memakai jubah dan berjilbab lebar. Buku-buku bermanhaj salaf juga tidak disita lagi. Aku bebas mendengarkan audio kajian salaf di rumah. Bahkan ayahku mau membelikan buku-buku bermanhaj salaf saat ada Islamic book fair di kotaku. Beliau juga mau membelikan tafsir As-Sa’diy untukku. Alhamdulillah..

Aku sangat bersyukur... Ibuku bahkan sekarang gemar menjahitkan jubah untukku. Aku juga sudah bisa mulai bercadar saat keluar rumah, meskipun saat kuliah belum bisa (karena tidak diizinkan pihak kampus). Orang tua sekarang juga sedikit-sedikit sudah mulai menerima da’wah salaf, meski belum mengamalkannya. Mereka juga mulai sering bertanya masalah dien kepadaku. Wal hamdulillah..

Inilah manisnya buah kesabaran...

Katakanlah, “yang haq pasti akan menang dan kebathilan pasti lenyap.”

--Zahrotul ‘Azizah As-Salafiyyah—

Berbagi nasihat di FB


 

Ummu Yahya al-Kadiriyyah Copyright © 2008 Black Brown Art Template by Ipiet's Blogger Template