“Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad,tidak ada seorangpun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari Umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni Neraka.”(HR Muslim)

27 Mei 2009

KECANTIKAN SEJATI

0 komentar
KECANTIKAN SEJATI

Ummu Yusuf Wikayatu Diny

Adalah kebahagiaan seorang laki-laki ketika Allah menganugrahkannya seorang istri yang apabila ia memandangnya, ia merasa semakin sayang. Kepenatan selama di luar rumah terkikis ketika memandang wajah istri yang tercinta. Kesenangan di luar tak menjadikan suami merasa jengah di rumah. Sebab surga ada di rumahnya; Baiti Jannati (rumahku surgaku).
Kebahagiaan ini lahir dari istri yang apabila suami memandangnya, membuat suami bertambah kuat jalinan perasaannya. Wajah istri adalah keteduhan, telaga yang memberi kesejukan ketika suami mengalami kegerahan. Lalu apakah yang ada pada diri seorang istri, sehingga ketika suami memandangnya semakin besar rasa sayangnya? Konon, seorang laki-laki akan mudah terkesan oleh kecantikan wajah. Sempurnalah kebahagiaan seorang laki-laki jika ia memiliki istri yang berwajah memikat.
Tapi asumsi ini segera dibantah oleh dua hal. Pertama, bantahan berupa fakta-fakta. Dan kedua, bantahan dari sabda Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam.
Konon, Christina Onassis, mempunyai wajah yang sangat cantik. Ia juga memiliki kekayaan yang sangat besar. Mendiang ayahnya meninggalkan harta warisan yang berlimpah, antara lain kapal pesiar pribadi, dan pulau milik pribadi juga. Telah beberapa kali menikah, tetapi Christina harus menghadapi kenyataan pahit. Seluruh pernikahannya berakhir dengan kekecewaan. Terakhir ia menutup kisah hidupnya dengan satu keputusan: bunuh diri.
Kecantikan wajah Christina tidak membuat suaminya semakin sayang ketika memandangnya. Jalinan perasaan antara ia dan suami-suaminya tidak pernah kuat.
Kasus ini memberikan ibroh kepada kita bahwa bukan kecantikan wajah secara fisik yang dapat membuat suami semakin sayang ketika memandangnya. Ada yang bersifat psikis, atau lebih tepatnya bersifat qalbiyyah!
Bantahan kedua, sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Seorang wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung.” (HR. bukhari, Muslim)
Hadist di atas sebagai penguat bahwa kesejukan ketika memandang sehingga perasaan suami semakin sayang, letaknya bukan pada keelokan rupa secara zhahir. Ada yang bersifat bathiniyyah.
Dengan demikian wahai saudariku muslimah, tidak mesti kita harus mempercantik diri dengan alat kosmetik atau dengan menggunakan gaun-gaun aduhai yang akhirnya akan membawa kita pada sikap berlebihan pada hal yang halal bahkan menyebabkan kita menjadi lalai dan meninggalkan segala yang bermanfaat dalam perkara-perkara akhirat, wal ‘iyadzubillah. Namun tidak berarti kita meninggalkan perawatan diri dengan menjaga fitrah manusia, dengan menjaga kebersihan, kesegaran dan keharuman tubuh yang akhirnya melalaikan diri dalam menjaga hak suami. Ada yang lebih berarti dari semua itu, ada yang lebih penting untuk kita lakukan demi mendapatkan cinta suami.
Sesungguhnya cinta yang dicari dari diri seorang wanita adalah sesuatu pengaruh yang terbit dari dalam jiwa dengan segala kemuliaannya dan mempunyai harga diri, dapat menjaga diri, suci, bersih, dan membuat kehidupan lebih tinggi di atas egonya.
Untuk itulah saudariku muslimah… Tuangkanlah di dalam dada dan hatimu dengan cinta dan kasih sayang serta tanamkanlah kemuliaan wanita muslimah seperti jiwamu yang penuh dengan kebaikan, perhatian serta kelembutan. Bukankah kita telah melihat contoh-contoh yang gemilang dari pribadi-pribadi yang kuat dari para shahabiyyah radiyallahu ‘anhunna…?
Janganlah engkau penuhi dirimu dengan ahlak yang selalu sedih dan gelisah, banyak pengaduan dan keluh kesah dan selalu mengancam, karena hal tersebut akan menggelapkan hatimu. Tersenyumlah untuk kehidupan. Seperti kuatnya para shahabiyyah dalam menghadapi kehidupan yang keras dan betapa kuatnya wanita-wanita yang lembut itu mempertahankan agamanya…
Perhiasan jiwa, itulah yang lebih utama. Yaitu sifat-sifat dan budi pekerti yang diajarkan Islam, yang diawali dengan sifat keimanan. Sebagaimana firman Allah, (yang artinya) ”Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.” (QS. Al-Hujaraat: 7)
Apabila keimanan telah benar-benar terpatri dalam hati, maka akan tumbuhlah sifat-sifat indah yang menghiasi diri manusia, mulai dari Ketakwaan, Ilmu, Rasa Malu, Jujur, Terhormat, Berani, Sabar, Lemah Lembut, Baik Budi Pekerti, Menjaga Silaturrahim, dan sifat-sifat terpuji lainnya yang tidak mungkin disebut satu-persatu. Semuanya adalah nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada hamba-hambanya agar dapat bahagia hidup di dunia dan akhirat.
Wanita benar-benar sangat diuntungkan, karena ia memiliki kesempatan yang lebih besar dalam hal perhiasan jiwa dengan arti yang sesungguhnya, yaitu ketika wanita memiliki sifat-sifat terpuji yang mengangkat derajatnya ke puncak kemuliaan, dan jauh dari segala sesuatu yang dapat menghancurkanya dan menghilangkan rasa malunya….!
Saudariku… jika engkau telah menikah, maka nasihat ini untuk mengingatkanmu agar engkau selalu menampilkan kecantikan dirimu dengan kecantikan sejati yang berasal dari dalam jiwamu, bukan dengan kecantikan sebab yang akan lenyap dengan lenyapnya sebab.
Saudariku… jika saat ini Allah belum mengaruniai engkau jodoh seorang suami yang sholeh, maka persiapkanlah dirimu untuk menjadi istri yang sholihah dengan memperbaiki diri dari kekurangan yang dimiliki lalu tutuplah ia dengan memunculkan potensi yang engkau miliki untuk mendekatkan dirimu kepada Yang Maha Rahman, mempercantik diri dengan ketakwaan kepada Allah yang dengannya akan tumbuh keimanan dalam hatimu sehingga engkau dapat menghiasi dirimu dengan akhlak yang mulia.
Saudariku… ini adalah sebuah nasihat yang apabila engkau mengambilnya maka tidak ada yang akan diuntungkan melainkan dirimu sendiri.

Disalin dari: Buletin al-Izzah edisi no16/thn III/Muharram 1425 H
(Bulletin ini diterbitkan oleh Forkimus (forum kajian Islam Muslimah Salafiyah) Mataram, Lombok, NTB)
Muslimah.or.id

03 Mei 2009

KISAH KERA BANI ISROIL

0 komentar
KISAH KERA BANI ISROIL

By: ummuyahya


Pada masa Bani Isroil, tersebutlah sekumpulan penduduk sebuah negeri yang bernama negeri Ailah. Negeri ini berada di pinggir laut. Alloh telah melarang/mengharamkan penduduk Ailah menagkap ikan di hari Sabtu.

Alloh ingin menguji mereka. Jika tiba hari Sabtu, semua ikan di laut akan muncul keluar, sampai mulut-mulut ikan itu kelihatan di atas permukaan air. Sedangkan pada hari ahad, ikan-ikan itu masuk ke dasar laut, sehingga tidak ada satupun ikan yang terlihat sampai tiba nanti di hari sabtu depannya.

Di antara penduduk Aikah itu ada yang tetap ingin mendapatkan ikan walau di hari sabtu. Maka seseorang membuat lubang dan saluran dari laut menuju lubang tersebut. Jika datang hari sabtu orang itu membuka saluran tadi. Jika datang ombak, ombak itu akan melemparkan ikan ke lubang tersebut. Ikan itu ingin keluar dari lubang itu tetapi tidak bisa, karena air yang ada di saluran sangat sedikit, sehingga ikan itu tetap berada di lubang itu.

Setelah hari ahad, orang itu mendatangi lubang yang ia buat dan mengambil ikan yang ada di sana. Kemudian orang itu memanggang ikan hasil tangkapannya.

Terciumlah bau ikan itu oleh tetangganya. Si tetangga bertanya kepada orang itu, bagaimana bisa mendapat ikan di hari sabtu. Maka orang itupun memberi tahu caranya. Maka si tetangga meniru menangkap ikan di hari sabtu. Sampai akhirnya perbuatan mereka berdua menyebar, dan beramai-ramai mereka ikut memakan ikan dengan cara seperti tadi.

Ulama mereka mengingatkan, “Sebenarnya kalian itu menangkap ikan pada hari Sabtu. Ikan itu tidak halal bagi kalian.” Tetapi orang-orang yang menangkap ikan itu berkata, “Kami hanya menagkap ikan pada hari Ahad, yaitu ketika kami mengambil.”

Orang-orang yang faqih di antara merekapun menjawab, “Tidak! Tetapi kalian telah menangkap ikan pada hari kalian membuka saluran air, sehingga ikan itu masuk.” Namun orang-orang itu justru bertambah menyimpang dan durhaka.

Setelah sekian lama ada yang berkata pada golongan yang tidak menangkap ikan di hari Sabtu, “Kenapa kalian menasihati orang yang akan dibinasakan Alloh atau diadzab Alloh dengan adzab yang pedih, padahal mereka tidak mentaati kalian?”

Sebagian mereka menjawab, “Kami menasihati mereka agar kami memiliki alasan di hadapan Alloh. Dan semoga mereka mau bertaqwa sehingga meninggalkan perbuatan mereka.”
Ketika orang-orang yang berbuat maksiat itu tetap saja mengangkap ikan di hari Sabtu, maka orang-orang yang taat berkata, “Demi Alloh, kami tidak akan tinggal satu tempat dengan kalian.” Maka mereka membagi negeri itu dengan sebuah tembok pembatas. Orang-orang yang taat mempunyai satu pintu, dan orang-orang yang durhaka mempunyai satu pintu yang lain. Mereka membuka pintu itu pada hari sabtu. Orang-orang yang taat keluar melalui pintu mereka sendiri, dan orang yang durhaka keluar dari pintu yang berbeda. Sampai di suatu hari...

Orang yang taat keluar dari pintu mereka, sedangkan orang-orang yang durhaka tidak membuka pintu mereka. Orang-orang yang taat pun heran kenapa meerka tidak keluar. Maka orang-orang yang taat memanjat tembok pembatas. Tiba-tiba mereka melihat orang-orang yang durhaka itu telah berubah menjadi kera yang saling berlompatan satu dengan yang lainnya.

{Sumber Tafsir Ibnu Katsir surat al-Baqoroh ayat 65 dan al-A’rof ayat 165-166}


Maroji’:
Abu Muhammad Miftah. 2006. Kisah-Kisah Pilihan Untuk Anak Muslim seri 3. Yogyakarta: Darul Ilmi.

KESEMPURNAAN PERINTAH ALLOH

0 komentar

KESEMPURNAAN PERINTAH ALLOH

by: ummuyahya

É Ç ÉOŠÏm§9$#`»uH÷q§9$#!$#Oó¡Î0 «

dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang


<; £ Z [ 4 ( ©t t 4 ¨ ÇÊÈ© t ö $Y6ŠÏ%u

Nä3øn=tæb%x.!$#bÎ)P%tnöF{$#ur¾ÏmÎ/bqä9uä!$|¡s?Ï%©!$#!$##qà)¨?$#urä!$|¡ÎSur#ZŽÏWx.w%y`Í$uKåk÷]ÏB]t/ur$ygy_÷ry,n=yzuroyÏnºur§øÿ¯R`ÏiB/ä3s)n=s{Ï%©!$#Nä3­/u#qà)®?$#¨$¨Z9$#$pkšr'¯»tƒ

â ( ã t

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’: 1)


Tafsir Ayat:

Alloh Subhanahu wa Ta'ala memulai surat ini dengan perintah untuk bertakwa kepada-Nya dan anjuran untuk beribadah kepada-Nya, perintah untuk menyambung silaturrohim dan anjuran untuk hal itu. Alloh juga menjelaskan tentang sebab-sebab yang mendorong harusnya melakukan setiap dari hal tersebut, dan bahwa hal yang mengharuskan untuk bertakwa kepada-Nya adalah karena Alloh itu itu Robb kalian, {/ä3s)n=s{Ï%©!$# } “yang telah menciptakan kalian”, memberi rizki kepada kalian, memelihara kaalian dengan nikmat-nikmat-Nya yang besar, dan di antaranya adalah penciptaan diri kalian itu { ;oyÏnºur§øÿ¯R`ÏiB} “dari diri yang satu” dan menjadikan, {$ygy_÷ry$pk÷]ÏB} “dari padanya istrinya”, agar sesuai dengannya, lalu ia merasa tenang kepadanya, dan dengan hal itu lengkaplah nikmat dan terwujudlah kebahagiaan.

Demikian pula di antara pendorong yang mengharuskan dan menuntut untuk bertakwa kepada-Nya adalah (bahwa) kalian saling meminta dengan (menyebut) nama-Nya dan pengagungan kalian atas-Nya, hingga bila kalian ingin mendapatkan hajat dan kebutuhan kalian, maka kalian bertawassul dengannya di mana anda meminta dengan “demi Alloh”. Karena itu, barangsiapa yang menghendaki hal itu kepada orang lain, ia berkata, “Saya memohon kepadamu dengan nama Alloh untuk melakukan pekerjaan ....”; karena dia mengetahui apa yang ada dalam hatinya berupa pengagungan kepada Alloh, yang mendorong agar orang yang dimintanya dengan “nama Alloh” itu tidak menolak. Maka sebagaimana kalian mengagungkan-Nya dengan hal itu, agungkanlah juga Alloh dengan beribadah dan bertakwa kepada-Nya.

Demikian juga kabar bahwa Alloh Maha Mengawasi, artinya Alloh melihat hamba-hamba-Nya pada saat mereka diam maupun bergerak, yang dirahasiakan maupun yang ditampakkan dan Alloh mengawasi seluruh kondisi mereka, yang mengharuskan adanya rasa pengawasan Alloh dan malu yang mendalam terhadap-Nya dengan cara konsisten dalam takwa kepada-Nya, dan pada pemberitaan bahwa Alloh menciptakan mereka dari diri yang satu dan bahwa Alloh mengembangbiakkan mereka di seluruh bagian bumi, padahal mereka berasal dari jiwa yang satu, adalah agar sebagian mereka mengasihi sebagian yang lain dan sebagian mereka berlaku lemah lembut kepada sebagian lainnya.

Alloh menyandingkan antara takwa kepada-Nya dengan perintah untuk berbuat baik kepada keluarga dan melarang dari memutuskan silaturrohim agar menegaskan akan kebenaran hal tersebut, dan bahwa sebagaimana wajibnya menunaikan hak-hak Alloh, maka wajib pula untuk menegakkan hak-hak makhluk-Nya, khususnya yang termasuk kerabat di antara mereka, bahkan menunaikan hak-hak mereka adalah di antara hak-hak Alloh yang telah diperintahkan oleh-Nya.

Perhatikanlah bagaimana Alloh memulai surat ini dengan perintah secara umum untuk bertakwa, menyambung silaturrohim, dan interaksi antara suami istri, kemudian setelah itu Alloh merinci perkara-perkara tersebut dengan perincian yang sempurna dari awal surat hingga akhirnya, di mana seolah-olah penjelasan surat ini didasari oleh perkara-perkara tersebut, merinci hal-hal yang disebut yaitu secara umum darinya dan menjelaskan hal-hal yang samar.

Dalam firman Alloh {$ygy_÷ry$pk÷]ÏB,n=yzur} “dan dari padanya Alloh menciptakan istrinya” terdapat sebuah peringatan untuk senantiasa menjaga (memperhatikan) hak-hak para suami dan para istri dan pemenuhannya, karena para istri itu tercipta dari para suami, sehingga antara para suami dan para istri terdapat hubungan nasab yang paling dekat, hubungan yang paling kuat dan ikatan yang paling kokoh.

Maroji’:

Kitab Taisir al-Karim ar-Rohman fi Tafsir Kalam al-Mannan edisi Indonesia Tafsir As-Sa’di (2), Penulis Syaikh ‘Abdurrohman bin Nashir as-Sa’di, terbitan Pustaka Sahifa, penerjemah Muhammad Iqbal, Lc dkk.

Berbagi nasihat di FB


 

Ummu Yahya al-Kadiriyyah Copyright © 2008 Black Brown Art Template by Ipiet's Blogger Template